Di tengah dorongan global untuk mempercepat transisi energi hijau, Pongamia (Millettia pinnata) muncul sebagai salah satu tanaman alternatif yang menjanjikan. Pohon legum ini dinilai memiliki kemampuan unik: menyediakan nitrogen sendiri, tahan panas, salinitas, hingga genangan air. Keunggulan ini membuat Pongamia mampu tumbuh di lahan marginal yang selama ini kurang produktif bagi pertanian.
Menurut catatan Dadang Gusyana, Agronomist Consultant di Agriconsulting Europe S.A. (AESA), Brussel, Pongamia paling sering ditanam untuk bijinya yang kaya minyak. Minyak tersebut dapat diolah menjadi biodiesel generasi kedua—sebuah peluang besar mengingat Indonesia kini gencar mendorong penggunaan biodiesel melalui program B35 dan menuju B40.
Lebih dari sekadar sumber energi, Pongamia juga menawarkan manfaat lain. John Smith, General Manager Levied and Emerging Industries AgriFutures Australia, menjelaskan bahwa bungkil bijinya bisa dijadikan pakan ternak yang berpotensi menekan emisi metana, sementara kulit polongnya dapat dipakai sebagai bahan bakar biomassa. “Kenaikan nilai bahan bakar terbarukan dan kredit karbon membuka peluang luas bagi Pongamia,” ungkapnya, dikutip Pongamia indonesia, dari AgriFutures Australia, belum lama ini.
Bagi Indonesia, yang memiliki jutaan hektare lahan kritis dan terdegradasi, Pongamia dapat menjadi solusi ganda: memulihkan kesuburan tanah sekaligus menghasilkan komoditas bernilai ekonomi. Dengan sistem akar yang mampu mengikat nitrogen, tanaman ini bisa membantu memperbaiki lahan tandus, terutama di wilayah kering atau bekas tambang.
Laporan AgriFutures Australia bahkan memperkirakan Pongamia mampu menghasilkan tingkat pengembalian internal (IRR) hingga 13,5–15 persen, meski tantangan terbesarnya adalah skala produksi dan pembangunan fasilitas pengolahan. Jika diaplikasikan di Indonesia, tantangan ini bisa dijawab melalui kemitraan dengan BUMN energi maupun swasta yang kini aktif mengembangkan energi nabati. Dengan kombinasi manfaat lingkungan dan peluang bisnis, Pongamia berpotensi menjadi komoditas strategis baru bagi Indonesia. Tidak hanya mendukung target net zero emission, tetapi juga membuka jalan bagi pemanfaatan lahan marginal yang selama ini belum tergarap optimal.
sumber: infosawit.com